Indonesia di sanksi FIFA per 30 mei
2015. Induk federasi sepakbola internasional FIFA akhirnya menjatuhkan juga
sanksi terhadap PSSI. Indonesia di sanksi FIFA per 30 mei 2015, Sanksi ini
dikenakan karena PSSI dianggap melanggar statuta FIFA pasal 13 dan 17 perihal
adanya intervensi dari pemerintah.
Dalam surat yang dikirim ke Sekjend PSSI
Karim Azwan, FIFA memaparkan kronologis kisruh PSSI, sebagai dasar atas
pemberlakuan sanksi tersebut. FIFA juga menyatakan ada empat klausul/syarat
agar sanksi itu bisa dicabut, yakni:
1. Anggota Exco PSSI terpilih harus bisa
mengelola konflik yang terjadi secara independen tanpa ada campur tangan pihak
ketiga.
2. Timnas harus dikelola oleh PSSI
3. Kompetisi harus dikelola oleh PSSI
atau badan yang ditunjuk secara resmi
4. Semua klub yang tergabung di PSSI
harus berkompetisi dibawah koordinasi PSSI.
Selain itu, FIFA juga sudah menegaskan
bahwa sanksi ini membuat Indonesia kehilangan haknya sebagai anggota FIFA dan
AFC. Karena itu, PSSI tidak bisa lagi mengikuti berbagai kompetisi yang
diselenggarakan oleh FIFA dan AFC, baik untuk level timnas maupun untuk level
klub.
Meski begitu, FIFA membuat perkecualian
terhadap timnas U-23 yang saat ini sedang berlaga di Sea Games Singapura. FIFA
masih bisa mengakomodir dan mengijinkan timnas U-23 untuk tetap bertanding di
Sea Games sampai selesai.
Wakil Ketua Umum PSSI Hinca Panjaitan
juga mengkonfirmasi perihal surat sanksi FIFA tersebut. ”Sangat menyedihkan
bagi kami yang ada di Swiss. FIFA sudah memastikan bahwa negara kita tercinta
akan disanksi FIFA sampai waktu yang tidak ditentukan,” ujar Hinca lewat
sambungan telepon langsung dari Swiss dengan nada lemas dan suara bergetar
seperti dilansir dari bolanasional.co
Dengan adanya sanksi FIFA ini, otomatis
Timnas senior tidak akan bisa berlaga di pertandingan Pra Piala Dunia yang akan
dihelat tanggal 11 nanti, dengan syarat FIFA masih belum mencabut sanksi
tersebut. Begitu juga dengan nasib Persipura Jayapura, yang hingga kini masih
memperjuangkan hak nya ke AFC untuk bisa menjadwalkan ulang pertandingan
melawan Pahang FC, menyusul insiden gagal visa kemarin. Tim Mutiara Hitam
hampir pasti tidak diijinkan untuk berlaga di AFC Cup.
Dari sisi para fans sepak bola, sanksi yang dijatuhkan FIFA
terhadap Indonesia dirasa sebagai kerugian besar. memandang sanksi itu sangat
miris karena disebabkan oleh keputusan Menpora untuk membekukan PSSI.
Dirijen Viking Persib Fans Club, Yana Umar, mengatakan sanksi
FIFA atau pembekuan PSSI oleh Kemenpora berdampak negatif. Sebab banyak orang
yang hidup dari sepakbola justru terganggu.
"Kasihan pemain, pelaku sepakbola, dan banyak orang yang
cari makan dari sepakbola. Kalau kondisinya seperti ini justru meningkatkan
angka pengangguran," kata Yana, Minggu 31 Mei 2015.
Ia pun berharap ada solusi nyata dari sanksi yang dijatuhkan
FIFA. Sehingga geliat sepakbola Indonesia menjadi lebih baik dan semua
persoalan yang ada bisa dituntaskan. Ia meminta baik Menpora maupun PSSI
sama-sama memikirkan solusi. Bukan sebaliknya malah bersikukuh dengan argumen
dan ego masing-masing. Sebab yang jadi korban dari kisruh itu sangat banyak.
Sedangkan dari sisi pemain
sepak bola mengharapkan Kemenpora bersama PSSI bisa duduk bersama membahas
sanksi dari FIFA agar klub-klub profesional dan timnas bisa kembali lagi
bertanding di kejuaraan internasional. Dengan adanya pertemuan atau rapat
bersama, antara Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) dan Badan Olahraga
Profesional Indonesia (BOPI) dengan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia
(PSSI), kata Bochi, sanksi dari FIFA bisa secepatnya ditinjau kembali dan bisa
dicabut sehingga gairah sepak bola dalam negeri bisa kembali hidup. Mengenai
sembilan pemain Persipura yang dipanggil membela timnas senior, Bochi
menyampaikan bahwa hal itu tidak mungkin lagi terealisasi karena FIFA sudah
memberikan sanksi kepada sepak bola Tanah Air, sehingga sejumlah program PSSI
untuk laga internasional dipastikan tidak akan terjadi.
"Begitu juga kami sembilan pemain yang dipanggil ke timnas itu memang sudah sangat berat, apa lagi Fery yang hanya seorang diri sudah berat dibandingkan kami sembilan pemain yang mau berangkat," ujarnya. "Apa lagi mereka (pengurus PSSI) hanya pemberitahuan melalui pesan singkat, tapi yang untuk surat resmi belum karena menunggu keputusan resmi, tapi memang sudah terjadi yah. Dan memang pertama kali dengar, bukan saya sendiri pasti semua pemain merasa terpukul karena ini sepak bola kita ini, hidup kita, kerja kita," urainya.
"Begitu juga kami sembilan pemain yang dipanggil ke timnas itu memang sudah sangat berat, apa lagi Fery yang hanya seorang diri sudah berat dibandingkan kami sembilan pemain yang mau berangkat," ujarnya. "Apa lagi mereka (pengurus PSSI) hanya pemberitahuan melalui pesan singkat, tapi yang untuk surat resmi belum karena menunggu keputusan resmi, tapi memang sudah terjadi yah. Dan memang pertama kali dengar, bukan saya sendiri pasti semua pemain merasa terpukul karena ini sepak bola kita ini, hidup kita, kerja kita," urainya.
Menurut dia, seharusnya
Kemenpora dan PSSI juga memikirkan nasib para pemain yang mempunyai segudang
tanggungan untuk hidup mereka yang benar-benar bergantung pada sepak bola. "Saya pernah sampaikan kepada
teman pers pada saat mulai kisruh ini, ada beberapa pemain di tempat lain, di
klub lain, yang sudah punya penghasilan lain mungkin pegawai negeri, yaitu
mungkin itu bisa menghidupi keluarga. Tapi kasihan kepada teman-teman yang
betul-betul mencari nafkah atau uang dari keringat mereka di sepak bola,"
terangnya.
"Apa lagi mereka sudah
punya anak istri yang harus dibiayai, lalu masalah uang sekolah anak, itu juga
sangat disayangkan dan kami sangat kecewa dengan sanksi tersebut,"
tukasnya. Sebelumnya,
Boaz TE Solossa mempertimbangkan sejumlah tawaran klub profesional untuk
berlaga di liga luar negeri karena sanksi dari Federasi Sepak Bola
Internasional (FIFA) kepada PSSI. "Saya
siap menerima tawaran bermain di klub luar negeri, jika sanksi dari FIFA masih
berlaku di Indonesia," kata Boaz saat didampingi istrinya Adelina Erice
Gedy, Minggu (31/5).
Pernyataan itu disampaikan kapten timnas Indonesia itu, menyusul kekecewaannya terhadapt kisruh sepak bola Tanah Air yang berbuntut pada pencekalan klub-klub profesional, termasuk Persipura Jayapura berlaga di AFC Cup 2015. "Beberapa waktu lalu, saya pernah ditawari oleh klub asal negara tetangga, tetapi saya menolak dengan alasan masih konsentrasi bersama Persipura," pungkasnya.
Pernyataan itu disampaikan kapten timnas Indonesia itu, menyusul kekecewaannya terhadapt kisruh sepak bola Tanah Air yang berbuntut pada pencekalan klub-klub profesional, termasuk Persipura Jayapura berlaga di AFC Cup 2015. "Beberapa waktu lalu, saya pernah ditawari oleh klub asal negara tetangga, tetapi saya menolak dengan alasan masih konsentrasi bersama Persipura," pungkasnya.
Apakah dengan mendapatkan sanksi FIFA ini, bisa langsung
menyelesaikan masalah? Banyak hal yang harus diselesaikan dan dirapikan di
persepakbolaan nasional, dengan ada atau tidak adanya sanksi FIFA maupun
Pemerintah. Dan itu butuh waktu, serta penataan penyelesaian masalah yang
harus matang.
Mengutip pendapat Halim Mahfudz, CEO Halma Strategic dan
Pengajar Crisis Management di Pascasarjana Universitas Paramadina dalam sebuah
tulisannya mengatakan bahwa Indonesia belum menikmati suasana tenang untuk
meningkatkan kualitas.
Krisis kembali menghantam organisasi nasional milik bangsa ini.
Jika dicermati lebih dalam, yang menjadi alat konflik PSSI ketika itu dengan
saat ini mirip, yakni kompetisi.
Bedanya, pada periode 2010-2013 terjadi dualisme kompetisi
hingga sempat memunculkan dua federasi dan dua timnas Indonesia.
Sedangkan yang terjadi saat ini adalah, lantaran adanya dualisme
persepsi terkait kepesertaan kompetisi Indonesia Super League (ISL) 2015 antara
Kemenpora dan PSSI.
Dan tampaknya krisis-krisis yang terjadi tersebut sengaja dirancang
untuk mengambil alih kontrol organisasi dengan menggulingkan pengurus, bukan
krisis karena ketidakmampuan organisasi memperbaiki diri dan meningkatkan
kualitas sepak bola.
Negeri ini butuh sesuatu yang lebih berarti untuk membangun nama
baik bangsa, wadah penyaluran ‘bakat anak muda’ yang konstruktif yang dikelola
dengan transparan, dan sinergi dengan seluruh komponen bangsa, daripada sekadar
keributan pengelolaan sepak bola.
Dan yang tak kalah penting untuk dilakukan adalah, jangan lagi
memberi contoh tidak baik kepada orang lain dan generasi muda dengan memaksakan
kepentingan kelompok dan dengan cara rnenutupi kebenaran dan melanggar aturan.
Hanya satu cara untuk keluar dari permasalahan yang krusial
(krisis) ini, yaitu menyampaikan yang benar dengan sejujur-jujurnya.
Masalah-masalah lain yang ditimpakan bisa dicermati dan ditemukan cara efektif
untuk dituntaskan dan dimatikan.
Landasan paling penting dalam mengatasi krisis dan tetap menjaga
reputasi PSSI dan Pemerintah dalam hal ini Kemenpora adalah transparansi dan
komunikasi yang jernih kepada semua stakeholders (pemangku
kepentingan).
Banyak stakeholders yang kurang mendapat informasi atau
yang punya kepentingan, seperti politikus. Mereka ini membutuhkan pencerahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar