Sabtu, 07 Januari 2017

Corporate Social Responsibility oleh PT. PLN (Persero)

Mata Kuliah    : Etika Bisnis        
Sub Bab          : Dampak tanggung jawab sosial perusahaan
Bahasan           :


PLN telah “berkomitmen menjadikan tenaga listrik sebagai media untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, mengupayakan tenaga listrik menjadi pendorong kegiatan ekonomi dan menjalankan kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan”, PLN bertekad menyelaraskan pengembangan ketiga aspek dalam penyediaan listrik, yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan. Untuk itu, PLN mengembangkan Program Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai wujud nyata dari Tanggungjawab Sosial Perusahaan Wewenang dan tanggung jawab Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) PT PLN (Persero), mencakup di antaranya:
·     Menyusun dan melaksanakan kebijakan pemberdayaan masyarakat di lingkungan perusahaan sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan dan CSR dengan lingkup kegiatan Community relation, Community Services, Community Empowering dan Pelestarian alam.
·      Menyusun dan melaksanakan program kepedulian sosial perusahaan.
·      Menyusun dan melaksanakan program kemitraan sosial dan bina UKM dan peningkatan citra perusahaan.
·      Memastikan tersedianya dan terlaksananya program pelestarian alam termasuk penghijauan dan upaya pengembangan citra perusahaan sesuai dengan prinsip Good Corporate Governance.
Pelaksanaan Program Tanggung Jawab Sosial Perusahan (CSR):
1.      Community Relation
Kegiatan ini menyangkut pengembangan kesepahaman melalui komunikasi dan informasi kepada para pihak yang terkait. Beberapa kegiatan yang dilakukan PLN antara lain: melaksanakan sosialisasi instalasi listrik, contohnya melalui penerangan kepada pelajar SMA di Jawa Barat tentang SUTT/SUTET, dan melaksanakan sosialisasi bahaya layang-layang di daerah Sumenep, Pulau Madura, Jawa Timur

2.      Community Services
Program bantuan dalam kegiatan ini berkaitan dengan pelayanan masyarakat atau kepentingan umum. Kegiatan yang dilakukan selama tahun 2011, antara lain memberikan:
·      Bantuan bencana alam.
·      Bantuan peningkatan kesehatan di sekitar instalasi PLN, antara lain di Kelurahan Asemrowo, Surabaya yang berada di sekitar SUTT 150kV Sawahan-Waru.
·      Bantuan sarana umum pemasangan turap untuk warga pedesaan di Kecamatan Rumpin – Kabupaten Bogor, Jawa Barat serta bantuan pengaspalan jalan umum di Bogor – Buleleng, Bali.
·      Bantuan perbaikan sarana ibadah.
·      Operasi Katarak gratis di Aceh, Pekanbaru, Jawa Barat, dan kota lainnya di Indoenesia
·      Bantuan Sarana air bersih.

3.      Community Empowering
Kegiatan ini terdiri dari program-program yang memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat untuk menunjang kemandiriannya. Kegiatan yang dilakukan  antara lain:
·      Bantuan produksi dan pengembangan pakan ikan alternatif di sekitar SUTET, bekerja sama dengan Fakultas Pertanian UGM.
·      Bantuan alat pertanian kepada kelompok tani Ngaran Jaya Kabupaten Kulonprogo, Jawa Tengah.
·      Bantuan pengembangan budi daya pertanian pepaya organik untuk komunitas di sekitar Gunung Merapi Yogyakarta yang bekerja sama dengan Fakultas Pertanian UGM.
·      Bantuan pengembangan pola tanam padi SRI produktivitas tinggi
·      Bantuan pelatihan pengembangan budi daya tanaman organik di sekitar instalasi PLN
·      Pemberdayaan anggota PKK Asemrowo, Surabaya.
·      Program budi daya jamur tiram masyarakat Desa Umbul Metro, Lampung.
·      Bantuan Pelatihan budidaya rumput lain di Kalimantan Timur
·      Bantuan Pelatihan kelompok tani tambak ikan tawar Danau Sentani, Papua
·      Pelatihan manajemen UKM dan Kiat-kiat pengembangan UKM di Papua
·      Pelatihan manajemen pemasaran dan keuangan bagi pengrajin souvenir khas Papua
·      Penyuluhan pertanian untuk petani di Genyem, Papua
·      Pemberian bibit coklat masyrakat dibawah ROW P3B Sumatera

Referensi:


Memberikan Contoh Tentang Perilaku Bisnis yang Melanggar Etika

Mata Kuliah : Etika Bisnis
Nama Kelompok :
1.      Jessica Kezia (14213633)
2.      M. Fahreza Pratama (15213125)
3.      Redo Verdian Putra (17213352)
4.      Sulistio Ninda Alfionita (18213686)

Bab XIII

·         Korupsi
Seorang siswa yang telah lulus SMA yang ingin malanjutkan ke sekolah kepolisian. Setelah memalui beberapa tes ia dinyatakan tidak memenuhi salah satu syarat yang telah di tetapkan dan dinyatakan tidak dapat lulus dalam tes masuk kepolisian. Namun siswa tersebut tetap ingin masuk akademi kepolisian. Maka ia menggunakan cara lain dengan memberikan sejumlah dana yang bahkan telah disepakati oleh pihak kepolisian yang bersangkutan. Dengan cara tersebut ia berhasil masuk ke dalam akademi kepolisian.

·         Pemalsuan
Sebuah toko online di suatu daerah menjual berbagai macam jenis gadget. Mereka mengaku menjual gadget original yang bergaransi resmi dengan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan harga dipasaran. Seorang konsumen yang tergiur dengan harga yang terjangkau melakukan transakasi jual beli pada toko online tersebut dengan mentransferkan sejumlah dana yang telah disepakati dan kemudian barang dikirim memalui jasa ekspedisi langsung ke rumah konsumen tersebut. Seteleh beberapa hari paket pun diterima. Setelah mengecek barang yang diterima, ternyata tidak sesuai dengan yang di jelaskan oleh pihak toko online tersebut. Bentik gedget tersebut menyerupai dengan gedget yang asli namun spesifikasi dalamnya jauh berbeda dengan yang dijual pada toko resmi.

·         Pembajakan
Pada tahun 2007,terdapat kasus Yayasan Karya Cipta Indonesia melawan PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel).Dalam perkara tersebut YKCI selaku penggugat menyatakan bahwa karya cipta lagu yang telah diumumkan oleh Telkomsel dalam bentuk Nada Sambung Pribadi (NSP) ada lebih dari 1500 karya cipta lagu dalam negeri maupun luar negeri,Telkomsel tidak melakukan pembayaran royalti kepada YKCI selaku pemegang hak cipta atas karya lagu-lagu tersebut.
Atas perbuatan pelanggaran hak cipta ini,YKCI memperhitungkan Telkomsel telah menimbulkan kerugian materiil bagi YKCI sebesar Rp.78.408.000.000,-.Selain kerugian tersebut,YKCI menyatakan juga telah kehillangan keuntungan yang seharusnya diharapkan dan atau didapatkan dari royalti yang tidak dibayarkan.Sehingga YKCI menuntut Telkomsel untuk membayar secara tunai dan sekaligus kehilangan keuntungan tersebut sebesar 10 % per bulan dari nilai kerugian materiil.

·         Diskriminasi Gender
Sebuah perushaan sedang menyelenggarakan pemilihan calon pemimpin direksi penjualan. Setelah dilakuan seleksi tersisa lah 2 karyawan yang memenuhi syarat untuk menempati kursi direksi sebagai pemimpin. Karyawan tersebut terdiri dari seorang pria dan seorang wantita. Namun pada akhirnya yang terpilih adalah karyawan yang pria, karena perusahan berfikir pria lebih cocok menjadi pemimpin dibandingkan dengan wanita walaupun skill wanita tersebut lebih unggul dari pria tersebut. Di sini terlihat jelas suatu diskriminasi gender di lingkungan perusahaan.

·         Konflik Sosial
Konflik ini terjadi pada tanggal 27 Oktober 2012 hingga 29 Oktober 2012. Yang menjadi penyebab konflik adalah saat ada dua gadis yang berasal dari Desa Agom diganggu oleh sekelompok pemuda yang berasal dari desa Balinuraga. Kedua gadis ini sedang naik sepeda motor kemudian diganggu hingga kedua terjatuh dan mengalami luka-luka. Sontak kejadian ini memicu amarah dari warga desa Agom. Mereka kemudian mendatangi Desa Balinuraga yang mayoritas beretnis Bali dengan membawa sajam dan senjata. Bentrok pun tak terhindarkan hingga menewaskan total 10 orang.

·         Masalah Polusi

Polusi udara di Jakarta semakin memburuk. Faktor utama memburuknya polusi udara di Jakarta adalah padatnya transpotasi yang ada dan sedikitnya lahan hijau. Salah satu faktor yang memperburuk keadaan adalah jeleknya pembakaran bahan bakar pada transportasi umum terutama bajaj. Hal ini disebabkan karena bajaj yang digunakan sudah tua dan mesin yang digunakan tidak dapat berkerja secara maksimal lagi. Untuk menanggulangi hal tersebut mengganti bajaj orange manjadi bajaj biru yang lebih ramah lingkungan. 

Peran Sistem Pengaturan, Good Governance

Mata Kuliah : Etika Bisnis
Nama Kelompok :
1.      Jessica Kezia (14213633)
2.      M. Fahreza Pratama (15213125)
3.      Redo Verdian Putra (17213352)
4.      Sulistio Ninda Alfionita (18213686)

Bab XI

A.  Definisi Pengaturan
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, Peraturan adalah ketentuan yang mengikat warga kelompok masyarakat, dipakai sebagai panduan, tatanan, dan kendalikan tingkah laku yang sesuai dan diterima: setiap warga masyarakat harus menaati aturan yang berlaku; atau ukuran, kaidah yang dipakai sebagai tolok ukur untuk menilai atau membandingkan sesuatu.
Dan menurut Lydia Harlina Martono, Peraturan merupakan pedoman agar manusia hidup tertib dan teratur. Jika tidak terdapat peraturan, manusia bisa bertindak sewenang-wenang, tanpa kendali, dan sulit diatur. Jadi definisi dari peraturan adalah suatu perjanjian yang telah dibuat untuk kepentingan umum, tentang apa saja yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan.

B.  Karakteristik Good Governance
Menurut UNDP ( Dalam LAN dan BPKP, 200:7), Karakteristik good governance adalah sebagai berikut :
1.      Participation
Setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya.
2.      Rule Of Law
Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu, terutama hukum untuk hak asasi manusia.

3.      Transparency (Transparan)
Yang dibangun atas dasar kebebasan arus informasi
4.      Responsiveness
setiap lembaga dan proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan harus mencoba melayani setiap stakeholders.
5.      Consensus orientation
Good governance menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas, baik dalam hal kebijakan – kebijakan maupun prosedur.
6.      Equity
Semua warga Negara mempunyai kesempatan untuk meningkatkan atau menjaga kesejahteraan mereka.
7.      Efektifeness and efficiency
Proses – proses dan lembaga – lembaga menghasilkan produknya sesuai dengan yang telah digariskan, dengan menggunakan sumber – sumber yang tersedia sebaik mungkin.
8.      Accountability
Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sector swasta dan masyarakat (civil society), bertanggung jawab kepada public dan lembaga – lembaga stakeholder. Kedelapan karakteristik good governance yang dapat dianalogkan juga harus menjadi karakteristik setiap pemerintahan daerah. Ini diperlukan dalam penyelengaraan otonomi daerah berdasarkan UU Nomer 22 Tahun 1999. Semua ini satu sama lain saling memperkuat dan tidak dapat berdiri sendiri.



C.  Comission Of Human (Hak Asasi Manusia / HAM )
Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia dalam kandungan. HAM berlaku secara universal. Dasar-dasar HAM tertuang dalam deklarasi kemerdekaan  Amerika Serikat  (Declaration of Independence of USA) dan tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1.

Dalam teori perjanjian bernegara, adanya Pactum Unionis dan Pactum Subjectionis. Pactum Unionis adalah perjanjian antara individu-individu atau kelompok-kelompok masyarakat membentuik suatu negara, sedangkan pactum unionis adalah perjanjian antara warga negara dengan penguasa yang dipiliah di antara warga negara tersebut (Pactum Unionis). Thomas Hobbes mengakui adanya Pactum Subjectionis saja. John Lock mengakui adanya Pactum Unionisdan Pactum Subjectionis dan JJ Roessaeu mengakui adanya Pactum Unionis. Ke-tiga paham ini berpenbdapat demikian. Namun pada intinya teori perjanjian ini meng-amanahkan adanya perlindungan Hak Asasi Warga Negara yang harus dijamin oleh penguasa, bentuk jaminan itu mustilah tertuang dalam konstitusi (Perjanjian Bernegara).

Dalam kaitannya dengan itu, HAM adalah hak fundamental yang tak dapat dicabut yang mana karena ia adalah seorang manusia. , misal, dalam Deklarasi Kemerdekaan Amerika atau Deklarasi Perancis. HAM yang dirujuk sekarang adalah seperangkat hak yang dikembangkan oleh PBB sejak berakhirnya perang dunia II yang tidak mengenal berbagai batasan-batasan kenegaraan. Sebagai konsekuensinya, negara-negara tidak bisa berkelit untuk tidak melindungi HAM yang bukan warga negaranya. Dengan kata lain, selama menyangkut persoalan HAM setiap negara, tanpa kecuali, pada tataran tertentu memiliki tanggung jawab, utamanya terkait pemenuhan HAM pribadi-pribadi yang ada di dalam jurisdiksinya, termasuk orang asing sekalipun. Oleh karenanya, pada tataran tertentu, akan menjadi sangat salah untuk mengidentikan atau menyamakan antara HAM dengan hak-hak yang dimiliki warga negara. HAM dimiliki oleh siapa saja, sepanjang ia bisa disebut sebagai manusia.

Alasan di atas pula yang menyebabkan HAM bagian integral dari kajian dalam disiplin ilmu hukum internasional. Oleh karenannya bukan sesuatu yang kontroversial bila komunitas internasional memiliki kepedulian serius dan nyata terhadap isu HAM di tingkat domestik. Malahan, peran komunitas internasional sangat pokok dalam perlindungan HAM karena sifat dan watak HAM itu sendiri yang merupakan mekanisme pertahanan dan perlindungan individu terhadap kekuasaan negara yang sangat rentan untuk disalahgunakan, sebagaimana telah sering dibuktikan sejarah umat manusia sendiri. 
Contoh pelanggaran HAM:
·         Penindasan dan merampas hak rakyat dan oposisi dengan sewenang-wenang.
·         Menghambat dan membatasi kebebasan pers, pendapat dan berkumpul bagi hak rakyat dan oposisi.
·         Hukum (aturan dan/atau UU) diperlakukan tidak adil dan tidak manusiawi.
·         Manipulatif dan membuat aturan pemilu sesuai dengan keinginan penguasa dan partai tiran/otoriter tanpa diikut/dihadir rakyat dan oposisi.
·         Penegak hukum dan/atau petugas keamanan melakukan kekerasan/anarkis terhadap rakyat dan oposisi di manapun.

D.  Hubungan antara Commission of Human dengan Etika Bisnis
Adapun hubungan antara Commission of Human dengan Etika Bisnis antara lain:
·         Mengenai keadilan yang menjadi sebuah hak bagi setiap pelaku bisnis baik dalam sisi individu maupun perusahaan. Dimana keadilan merupakan hak yang mutlak bagi setiap individu maupun perusahaan dalam kegiatan berbisnis.
·         HAM sebagai dasar pembuatan keputusan perjanjian maupun peraturan yang ada pada kegiatan bisnis, karena etika harus dapat memerhatikan HAM.
·         Etika bisnis berlandaskan atas Commission of Human demi kelancaran berbisnis agar tidak terdapat pelanggaran HAM ketika menjalankan suatu kegiatan bisnis.

Jadi hubungan antara Commission of Human dengan etika bisnis lebih memfokuskan bahwa HAM menjadi salah satu hal yang dipertimbangkan pada etika bisnis agar tidak terjadi pelanggaran HAM saat menjalankan kegiatan bisnis atau usaha.





















Referensi:
Nogi, Hessel S. Tangkilisan. 2007. Manajemen Publik. Jakarta: Grasindo


Hubungan Perusahaan dengan Stakehoulder, Lintas Budaya dan Pola Hidup, Audit Sosial

Mata Kuliah : Etika Bisnis
Nama Kelompok :
1.      Jessica Kezia (14213633)
2.      M. Fahreza Pratama (15213125)
3.      Redo Verdian Putra (17213352)
4.      Sulistio Ninda Alfionita (18213686)

Bab IX

A.   PENGERTIAN STAKEHOLDER
Definisi stakeholders menurut Freeman (1984) merupakan individu atau kelompok yang bisa mempengaruhi dan/ atau dipengaruhi oleh organisasi sebagai dampak dari aktivitas-aktivitasnya. Sedangkan Chariri dan Ghazali (2007) mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri namun harus memberikan manfaat bagi stakeholders-nya (shareholders, kreditor, konsumen, supplier, pemerintah, masyarakat, analis dan pihak lain).
Mengacu pada pengertian stakeholders diatas, maka dapat ditarik suatu penjelasan bahwa stakeholders dapat diartikan sebagai segenap pihak yang terkait dengan isu dan permasalahan yang sedang diangkat. Secara sederhana stakeholder sering dinyatakan sebagai para pihak, lintas pelaku, atau pihak-pihak yang terkait dengan suatu isi atau rencana. Lembaga-lembaga telah menggunakan istilah stakeholder ini secara luas kedalam proses pengambilan dan implementasi keputusan. Misalnya bilamana isu periklanan, maka stakeholder dalam hal ini adalah pihak-pihak yang terkait dalam isu periklanan, seperti nelayan, masyarakat pesisir, pemilik kapal, anak buah kapal, pedagang ikan ,pengelah ikan, pembudidaya ikan, pemerintah, pihak swasta dibidang periklanan, dan sebagainya.



B.    BENTUK-BENTUK STAKEHOLDER
Clarkson membagi stakeholder menjadi dua: Stakeholder primer dan stakeholder sekunder.
·         Stakeholder primer, adalah ‘pihak dimana tanpa partisipasinya yang berkelanjutan organisasi tidak dapat bertahan.’ Contohnya Pemilik modal atau saham, kreditor, karyawan, pemasok, konsumen, penyalur dan pesaing atau rekanan. Menurut Clarkson, suatu perusahaan atau organisasi dapat didefinisikan sebagai suatu system stakeholder primer yang merupakan rangkaian kompleks hubungan antara kelompok-kelompok kepentingan yang mempunyai hak, tujuan, harapan, dan tanggung jawab yang berbeda. Perusahaan ini juga harus menjalin relasi bisnis yang baik dan etis dengan kelompok ini.
·         Stakeholder sekunder, didefinisikan sebagai pihak yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh perusahaan, tapi mereka tidak terlibat dalam transaksi dengan perusahaan dan tidak begitu penting untuk kelangsungan hidup perusahaan. Contohnya Pemerintah setempat, pemerintah asing, kelompok sosial, media massa, kelompok pendukung, masyarakat. Perusahaan tidak bergantung pada kelompok ini untuk kelangsungan hidupnya, tapi mereka bisa mempengaruhi kinerja perusahaan dengan mengganggu kelancaran bisnis perusahaan. Pemerintah setempat, pemerintah asing, kelompok sosial, media massa, kelompok pendukung, masyarakat.
Sedangkan Kasali dalam Wibisono (2007, hal. 90) membagi stakeholders menjadi sebagai berikut:
·         Stakeholders Internal dan Stakeholders Eksternal.
Stakeholders internal adalah stakeholders yang berada di dalam lingkungan organisasi. Misalnya karyawan, manajer dan pemegang saham (shareholder). Sedangkanstakeholders eksternal adalah stakeholders yang berada di luar lingkungan organisasi, seperti penyalur atau pemasok, konsumen atau pelanggan, masyarakat, pemerintah, pers, kelompok social responsible investor, licensing partner dan lain-lain.
·         Stakeholders primer, sekunder dan marjinal. 
Tidak semua elemen dalam stakeholders perlu diperhatikan. Perusahaan perlu menyusun skala prioritas. Stakeholders yang paling penting disebut stakeholders primer, stakeholders yang kurang penting disebut stakeholders sekunder dan yang biasa diabaikan disebut stakeholders marjinal. Urutan prioritas ini berbeda bagi setiap perusahaan meskipun produk atau jasanya sama. Urutan ini juga bisa berubah dari waktu ke waktu.
·         Stakeholders tradisional dan stakeholders masa depan. Karyawan dan konsumen dapat disebut sebagai stakeholders tradisional, karena saat ini sudah berhubungan dengan organisasi. Sedangkan stakeholders masa depan adalah stakeholders pada masa yang akan datang diperkirakan akan memberikan pengaruhnya pada organisasi seperti mahasiswa, peneliti dan konsumen potensial.
·         Proponents, opponents, dan uncommitted.
Diantara stakeholders ada kelompok yang memihak organisasi (proponents), menentang organisasi (opponents) dan ada yang tidak peduli atau abai (uncommitted). Organisasi perlu mengenal stakeholders yang berbeda-beda ini agar dapat melihat permasalahan, menyusun rencana dan strategi untuk melakukan tindakan yang proposional.
·         Silent majority dan vokal minority.
Dilihat dari aktivitas stakeholders dalam melakukan komplain atau mendukung perusahaan, tentu ada yang menyatakan pertentangan atau dukungannya secara vokal(aktif) namun ada pula yang menyatakan secara silent (pasif).

C.    STEREOTYPE, PREJUDICE DAN STIGMA SOSIAL
Stereotype adalah penilaian terhadap seseorang hanya berdasarkan persepsi terhadap kelompok dimana orang tersebut dikategorikan. Prejudice atau prasangka sosial merupakan sikap perasaan orang-orang terhadap golongan manusia tertentu, golongan ras atau kebudayaan yang berbeda dengan golongan orang yang berprasangka itu. Stigma sosial adalah  tidak diterimanya seseorang pada suatu kelompok karena kepercayaan bahwa orang tersebut melawan norma yang ada. Contoh stigma sosial dapat terjadi pada orang yang memiliki kelainan fisik atau cacat mental, anak diluar pernikahan, homoseksual atau pekerjaan yang merupakan nasionalisasi pada agama dan etnis seperti menjadi orang yahudi, afrika dan sebagainya.




D.   MENGAPA PERUSAHAAN HARUS BERTANGGUNG JAWAB
Tanggungjawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility(CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi atau perusahaan memiliki suatu tanggungjawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan.
Konsep tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) mucul sebagai akibat adanya kenyataan bahwa pada dasarnya karakter alami dari setiap perusahaan adalah mencari keuntungan semaksimal mungkin tanpa memperdulikan kesejahteraan karyawan, masyarakat dan lingkungan alam. Seiring dengan meningkatnya kesadaran dan kepekaan dari stakeholder perushaan, maka konsep tanggung jawab sosial muncul dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan kelangsungan hidup perusahaan di masa yang akan datang.
Tanggung jawab sosial perusahaan dapat didefiniskan sebagai suatu konsep yang mewajibkan perusahaan untuk memenuhi dan memperhatikan kepentingan para stakeholder dalam kegiatan operasinya mencari keuntungan. Stakeholder yang dimaksud adalah para shareholder, karyawan, customer,komunitas lokal, pemerintah, LSM dan sebagainya.

E.    KOMUNITAS INDONESIA DAN ETIKA BISNIS
Dalam suatu kenyataan di komunitas Indonesia pernah terjadi malapetaka di daerah Nabire, Papua. Bahwa komunitas Nabire mengkonsumsi sagu, pisang, ubi dan dengan keadaan cuaca yang kemarau, tanah tidak dapat mendukung pengolahan bagi tanaman ini. Kondisi ini mendorong pemerintah untuk dapat membantu komunitas tersebut. Dari gambaran ini, tampak bahwa tidak adanya rasa empati bagi komunitas elit dalam memahami pola hidup komunitas lain.
Dalam konteks yang demikian, maka perusahaan dituntut untuk dapat memahami etika bisnis ketika berhubungan dengan stakeholder diluar perusahaannya, seperti komunitas lokal atau kelompok sosial yang berbeda pola hidup.

F.    DAMPAK TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
Tanggungjawab sosial perusahaan apabila dilaksanakan dengan benar akan memberikan dampak positif bagi perusahaan, lingkungan, termasuk sumber daya manusia, sumber daya alam dan seluruh pemangku kepentingan dalam masyarakat. Perusahaan yang mampu sebagai penyerap tenaga kerja, mempunyai kemampuan memberikan peningkatan daya beli masyarakat, yang secara langsung atau tidak, dapat mewujudkan pertumbuhan lingkungan dan seterusnya.
Perusahaan yang pada satu sisi pada suatu waktu menjadi pusat kegiatan yang membawa kesejahteraan bahkan kemakmuran bagi masyarakat, pada satu saat yang sama dapat menjadi sumber petaka pada lingkungan yang sama pula. Misalnya terjadi pencemaran lingkungan atau bahkan menyebabkan kerusakan alam dan lingkungan lain yang lebih luas.
Jadi, perusahaan akan mempunyai dampak positif bagi kehidupan pada masa-masa yang akan datang dengan terpeliharanya lingkungan dan semua kepentingan pada pemangku kepentingan yang lain sehingga akan menghasilkan tata kehidupan yang lebih baik. Sebaliknya para penentang pengaturan dan pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan secara formal berpendapat apabila tanggung jawab tersebut harus diatur secara formal, disertai sanksi dan penegakan hukum yang riil.

G.   MEKANISME PENGAWASAN TINGKAH LAKU
Mekanisme dalam pengawasan terhadap para karyawan sebagai anggota komunitas perusahaan dapat dilakukan berkenaan dengan kesesuaian atau tidaknya tingkah laku anggota tersebut dengan budaya yang dijadikan pedoman korporasi yang bersangkutan. Mekanisme pengawasan tersebut berbentuk audit sosial sebagai suatu kesimpulan dari monitoring dan evaluasi yang dilakukan sebelumnya.
Monitoring dan evaluasi terhadap tingkah laku anggota suatu perusahaan atau organisasi pada dasarnya harus dilakukan oleh perusahaan yang bersangkutan secara berkesinambungan. Monitoring yang dilakukan sifatnya jangka pendek sedangkan evaluasi terhadap tingkah laku anggota perusahaan berkaitan dengan kebudayaan yang berlaku dilakukan dalam jangka panjang. Hal dari evaluasi tersebut menjadi audit sosial.
Pengawasan terhadap tingkah laku dan peran karyawan pada dasarnya untuk menciptakan kinerja karyawan itu sendiri yang mendukung sasaran dan tujuan dari proses berjalannya perusahaan. Kinerja yang baik adalah ketika tindakan yang diwujudkan sebagai peran yang sesuai dengan status dalam pranata yang ada dan sesuai dengan budaya perusahaan yang bersangkutan.



Audit sosial pada dasarnya adalah sebuah metode untuk mengetahui keadaan sosial suatu bentuk organisasi dalam hal ini korporat. Berkaitan dengan pelaksanaan audit sosial, maka sebuah perusahaan atau organisasi harus menjelaskan terlebih dahulu tentang beberapa aktivitas yang harus dijalankan, seperti:
1.    Aktivitas apa saja yang harus dilakukan sebagai sebuah organisasi. Dalam hal ini, sasaran apa yang menjadi pokok dari perusahaan yang harus dituju.
2.    Bagaimana cara melakukan pencapaian dari sasaran yang dituju tersebut sebagai rangkaian suatu tindakan yang mengacu pada suatu pola dan rencana yang sudah disususn sebelumnya.
3.    Bagaimana mengukur dan merekam pokok-pokok yang harus dilakukan berkaitan dengan sasaran yang dituju. Dalam hal ini keluasan dari kegiatan yang dilakukan tersebut.
Pelaksanaan auditor sosial yang berpengalaman biasanya akan bekerja mengukur dan mengarahkan berjalannya sebuah organisasi berdasarkan pada visi dan misi yang ada. Pada awalnya ia membantu dalam memberikan segala keterangan tentang berjalannya sebuah organisasi berkaitan dengan indikator yang harus diperhatikan, sasaran yang ingin dicapai dan kemudian juga merekam kenyataan sosial yang sedang berjalan dan bagaimana prosedur penilaiannya.
Audit sosial ini merupakan sistem yang ada dalam kebudayaan perusahaan yang oleh anggota-anggotanya dipakai untuk merencanakan kegiatan organisasi yang bersangkutan dan tentunya didasari pada kebudayaan yang berlaku di organisasi yang bersangkutan.









REFERENSI:
Chariri, A.,& Ghazali, I. (2007). Teori Akuntansi, Semarang: Badan Penerbit UNDIP
Clarkson, M.: 1995, ‘A Stakeholder Framework for Analyzing and Evaluating Corporate Social Performance’, The Academy of Management Review 20(1), 92–117
Freeman, R. E., (1984). Strategic Management: A Stakeholder Approach, , Boston: Pitman Publishing
Wibisono, Yusuf.(2007) Membedah Konsep dan Aplikasi CSR. Gresik: Fascho Publishing,