Mata Kuliah : Etika
Bisnis
Nama Kelompok :
1.
Jessica Kezia (14213633)
2.
M. Fahreza Pratama (15213125)
3.
Redo Verdian Putra (17213352)
4.
Sulistio Ninda Alfionita (18213686)
Bab
VIII
·
Karakteristik Budaya Organisasi
Budaya organisasi adalah
sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang
membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi
lainnya. Sistem makna bersama ini adalah sekumpulan karakteristik kunci
yang dijunjung tinggi oleh organisasi.
Robbins (2007), memberikan 7
karakteristik budaya sebagai berikut :
- Inovasi dan keberanian
mengambil resiko yaitu sejauh mana karyawan diharapkan didorong untuk
bersikap inovtif dan berani mengambil resiko.
- Perhatian terhadap detail yaitu
sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi, analisis, dan
perhatian pada hal-hal detil.
- Berorientasi pada hasil yaitu
sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang teknik atau
proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
- Berorientasi kepada manusia
yaitu sejauh mana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan efek dari
hasil tersebut atas orang yang ada di dalam organisasi.
- Berorientasi pada tim yaitu
sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja diorganisasi pada tim ketimbang
individu-individu.
- Agresivitas yaitu sejauh mana
orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai.
- Stabilitas yaitu sejauh mana
kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo dalam perbandingannya
dengan pertumbuhan
·
Fungsi Budaya Organisasi
Budaya organisasi
memiliki fungsi sebagai berikut :
1. Sebagai
penentu batas-batas perilaku dalam arti menentukan apa yang boleh dan tidak
boleh dilakukan, apa yang dipandang baik atau tidak baik, menentukan yang benar
dan yang salah.
2. Menumbuhkan
jati diri suatu organisasi dan para anggotanya.
3. Menumbuhkan
komitmen sepada kepentingan bersama di atas kepentingan individual atau
kelompok sendiri.
4. Sebagai
tali pengikat bagi seluruh anggota organisasi.
5.
Sebagai alat pengendali perilaku para
anggota organisasi yang bersangkutan.
·
Pedoman Tingkah laku
Antara
manusia dan kebudayaan terjalin hubungan yang sangat erat, sebagaimana yang
diungkapkan oleh Dick Hartoko bahwa manusia menjadi manusia merupakan kebudayaan.
Hampir semua tindakan manusia itu merupakan kebudayaan. Hanya tindakan yang
sifatnya naluriah saja yang bukan merupakan kebudayaan, tetapi tindakan
demikian prosentasenya sangat kecil. Tindakan yang berupa kebudayaan tersebut
dibiasakan dengan cara belajar. Terdapat beberapa proses belajar kebudayaan
yaitu proses internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi.
·
Apresiasi Budaya
Apresiasi
Budaya adalah pemahaman dan pengenalan secara tepat sehingga tumbuh penghargaan
dan penilaian terhadap hasil budaya kegiatan menggauli hasil budaya
dengan sungguh-sungguh sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan
kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap hasil karya.
Tujuan
apresiasi adalah menumbuhkan kepekaan dan keterbukaan terhadap masalah
kemanusiaan dan budaya, serta lebih bertanggung jawab terhadap masalah-masalah
tersebut serta menyadarkan kita terhadap nilai-nilai yang lebih hidup dalam
masyarakat, hormat menghormati serta simpati pada nilai – nilai lain yang hidup
dalam masyarakat.
Jadi
Apresiasi Budaya adalah pemahaman dan pengenalan secara tepat sehingga tumbuh
penghargaan dan penilaian terhadap hasil budaya dan kegiatan menggauli hasil
budaya dengan sungguh – sungguh sehingga tumbuh pengertian, penghargaan,
kepekaan kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap hasil karya.
·
Hubungan Etika dan Budaya
Hubungan
antara Etika dengan Kebudayaan : Meta-ethical cultural relativism merupakan
cara pandang secara filosofis yang yang menyatkan bahwa tidak ada kebenaran
moral yang absolut, kebenaran harus selalu disesuaikan dengan budaya dimana
kita menjalankan kehidupan soSial kita karena setiap komunitas sosial mempunyai
cara pandang yang berbeda-beda terhadap kebenaran etika.
Etika
erat kaitannya dengan moral. Etika atau moral dapat digunakan okeh manusia
sebagai wadah untuk mengevaluasi sifat dan perangainya. Etika selalu
berhubungan dengan budaya karena merupakan tafsiran atau penilaian terhadap
kebudayaan. Etika mempunyai nilai kebenaran yang harus selalu disesuaikan
dengan kebudayaan karena sifatnya tidak absolut danl mempunyai standar moral
yang berbeda-beda tergantung budaya yang berlaku dimana kita tinggal dan
kehidupan social apa yang kita jalani.
Baik
atau buruknya suatu perbuatan itu tergantung budaya yang berlaku. Prinsip moral
sebaiknya disesuaikan dengan norma-norma yang berlaku, sehingga suatu hal
dikatakan baik apabila sesuai dengan budaya yang berlaku di lingkungan sosial
tersebut. Sebagai contoh orang Eskimo beranaggapan bahwa tindakan infantisid
(membunuh anak) adalah tindakan yang biasa, sedangkan menurut budaya Amerika
dan negara lainnya tindakan ini merupakan suatu tindakan amoral.
·
Pengaruh Etika Terhadap Budaya
Etika seseorang dan etika bisnis adalah satu kasatuan
yang terintegrasi sehingga tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya,
keduanya saling melengkapi dalam mempengaruhi perilaku antar individu maupun
kelompok, yang kemudian menjadi perilaku organisasi yang akan berpengaruh
terhadap budaya perusahaan. Jika etika menjadi nilai dan keyakinan yang
terinternalisasi dalam budayau perusahaan, maka akan berpotensi menjadi dasar
kekuatan perusahaan dan akhirnya akan berpotensi menjadi stimulus dalam
peningkatan kinerja karyawan.
Terdapat pengaruh yang signifikan antara etika
seseorang dariu tingkatan manajer terhadap tingkah laku etis dalam pengambilan
keputusan. Kemampuan seorang profesional untuk dapat mengerti dan pekau
terhadap adanya masalah etika dalam profesinya sangat dipengaruhi oleh
lingkungan, sosial budaya, dan masyarakat dimana dia berada. Budaya
perusahaan memberikan sumbangan yang sangat berartiu terhadap perilaku etis.
Perusahaan akan menjadi lebih baik jika mereka membudayakan etika dalam
lingkungan perusahaannya.
·
Kendala Mewujudkan Kinerja Bisnis
Mentalitas
para pelaku bisnis, terutama top management yang secara moral rendah, sehingga
berdampak pada seluruh kinerja Bisnis. Perilaku perusahaan yang etis biasanya
banyak bergantung pada kinerja top management, karena kepatuhan pada aturan itu
berjenjang dari mulai atas ke tingkat bawah.
Faktor
budaya masyarakat yang cenderung memandang pekerjaan bisnis sebagai profesi
yang penuh dengan tipu muslihat dan keserakahan serta bekerja mencari untung.
Bisnis merupakan pekerjaan yang kotor. Pandangan tersebut memperlihatkan bahwa
masyarakat kita memiliki persepsi yang keliru tentang profesi bisnis. Kendala
dalam mewujudkan kinerja busnus yang etis yaitu :
1.
Standar moral para pelaku bisnis pada
umumnya masih lemah.
Banyak
di antara pelaku bisnis yang lebih suka menempuh jalan pintas, bahkan
menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan dengan mengabaikan etika
bisnis, seperti memalsukan campuran, timbangan, ukuran, menjual barang yang
kadaluwarsa, dan memanipulasi laporan keuangan.
2.
Banyak perusahaan yang mengalami konflik
kepentingan.
Konflik
kepentingan ini muncul karena adanya ketidaksesuaian antara nilai pribadi yang
dianutnya atau antara peraturan yang berlaku dengan tujuan yang hendak
dicapainya, atau konflik antara nilai pribadi yang dianutnya dengan praktik
bisnis yang dilakukan oleh sebagian besar perusahaan lainnya, atau antara
kepentingan perusahaan dengan kepentingan masyarakat. Orang-orang yang kurang
teguh standar moralnya bisa jadi akan gagal karena mereka mengejar tujuan
dengan mengabaikan peraturan.
3.
Situasi politik dan ekonomi yang belum
stabil.
Hal
ini diperkeruh oleh banyaknya sandiwara politik yang dimainkan oleh para elit
politik, yang di satu sisi membingungkan masyarakat luas dan di sisi lainnya
memberi kesempatan bagi pihak yang mencari dukungan elit politik guna
keberhasilan usaha bisnisnya. Situasi ekonomi yang buruk tidak jarang
menimbulkan spekulasi untuk memanfaatkan peluang guna memperoleh keuntungan
tanpa menghiraukan akibatnya.
4.
Lemahnya penegakan hukum.
Banyak
orang yang sudah divonis bersalah di pengadilan bisa bebas berkeliaran dan
tetap memangku jabatannya di pemerintahan. Kondisi ini mempersulit upaya untuk
memotivasi pelaku bisnis menegakkan norma-norma etika.
5.
Belum ada organisasi profesi bisnis dan
manajemen untuk menegakkan kode etik bisnis dan manajemen.
Referensi:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar