Mata Kuliah : Etika
Bisnis
Nama Kelompok :
1.
Jessica Kezia (14213633)
2.
M. Fahreza Pratama (15213125)
3.
Redo Verdian Putra (17213352)
4.
Sulistio Ninda Alfionita (18213686)
Bab
IX
A.
PENGERTIAN
STAKEHOLDER
Definisi stakeholders menurut
Freeman (1984) merupakan individu
atau kelompok yang bisa mempengaruhi dan/ atau dipengaruhi oleh organisasi
sebagai dampak dari aktivitas-aktivitasnya. Sedangkan Chariri dan Ghazali (2007) mengatakan bahwa perusahaan bukanlah
entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri namun harus
memberikan manfaat bagi stakeholders-nya (shareholders, kreditor,
konsumen, supplier, pemerintah, masyarakat, analis dan pihak lain).
Mengacu
pada pengertian stakeholders diatas, maka dapat ditarik suatu
penjelasan bahwa stakeholders dapat diartikan sebagai segenap pihak yang
terkait dengan isu dan permasalahan yang sedang diangkat. Secara sederhana
stakeholder sering dinyatakan sebagai para pihak, lintas pelaku, atau
pihak-pihak yang terkait dengan suatu isi atau rencana. Lembaga-lembaga telah
menggunakan istilah stakeholder ini secara luas kedalam proses pengambilan dan
implementasi keputusan. Misalnya bilamana isu periklanan, maka stakeholder
dalam hal ini adalah pihak-pihak yang terkait dalam isu periklanan, seperti
nelayan, masyarakat pesisir, pemilik kapal, anak buah kapal, pedagang ikan
,pengelah ikan, pembudidaya ikan, pemerintah, pihak swasta dibidang periklanan,
dan sebagainya.
B.
BENTUK-BENTUK
STAKEHOLDER
Clarkson membagi
stakeholder menjadi dua: Stakeholder primer dan stakeholder sekunder.
·
Stakeholder
primer, adalah ‘pihak dimana tanpa partisipasinya yang
berkelanjutan organisasi tidak dapat bertahan.’ Contohnya Pemilik modal atau
saham, kreditor, karyawan, pemasok, konsumen, penyalur dan pesaing atau
rekanan. Menurut Clarkson, suatu perusahaan atau organisasi dapat didefinisikan
sebagai suatu system stakeholder primer yang merupakan rangkaian kompleks
hubungan antara kelompok-kelompok kepentingan yang mempunyai hak, tujuan,
harapan, dan tanggung jawab yang berbeda. Perusahaan ini juga harus menjalin
relasi bisnis yang baik dan etis dengan kelompok ini.
·
Stakeholder
sekunder, didefinisikan sebagai pihak yang mempengaruhi atau
dipengaruhi oleh perusahaan, tapi mereka tidak terlibat dalam transaksi dengan
perusahaan dan tidak begitu penting untuk kelangsungan hidup perusahaan. Contohnya
Pemerintah setempat, pemerintah asing, kelompok sosial, media massa, kelompok
pendukung, masyarakat. Perusahaan tidak bergantung pada kelompok ini untuk
kelangsungan hidupnya, tapi mereka bisa mempengaruhi kinerja perusahaan dengan
mengganggu kelancaran bisnis perusahaan. Pemerintah setempat, pemerintah asing,
kelompok sosial, media massa, kelompok pendukung, masyarakat.
Sedangkan Kasali dalam Wibisono (2007, hal. 90)
membagi stakeholders menjadi sebagai berikut:
·
Stakeholders Internal dan Stakeholders Eksternal.
Stakeholders internal
adalah stakeholders yang berada di dalam lingkungan organisasi.
Misalnya karyawan, manajer dan pemegang saham (shareholder).
Sedangkanstakeholders eksternal adalah stakeholders yang berada
di luar lingkungan organisasi, seperti penyalur atau pemasok, konsumen atau
pelanggan, masyarakat, pemerintah, pers, kelompok social responsible
investor, licensing partner dan lain-lain.
·
Stakeholders primer, sekunder dan
marjinal.
Tidak semua elemen
dalam stakeholders perlu diperhatikan. Perusahaan perlu menyusun
skala prioritas. Stakeholders yang paling penting disebut stakeholders primer, stakeholders yang
kurang penting disebut stakeholders sekunder dan yang biasa diabaikan
disebut stakeholders marjinal. Urutan prioritas ini berbeda bagi
setiap perusahaan meskipun produk atau jasanya sama. Urutan ini juga bisa
berubah dari waktu ke waktu.
·
Stakeholders tradisional
dan stakeholders masa depan. Karyawan dan konsumen dapat disebut
sebagai stakeholders tradisional, karena saat ini sudah berhubungan
dengan organisasi. Sedangkan stakeholders masa depan
adalah stakeholders pada masa yang akan datang diperkirakan akan
memberikan pengaruhnya pada organisasi seperti mahasiswa, peneliti dan konsumen
potensial.
·
Proponents,
opponents, dan uncommitted.
Diantara stakeholders ada
kelompok yang memihak organisasi (proponents), menentang organisasi (opponents)
dan ada yang tidak peduli atau abai (uncommitted). Organisasi perlu
mengenal stakeholders yang berbeda-beda ini agar dapat melihat
permasalahan, menyusun rencana dan strategi untuk melakukan tindakan yang proposional.
·
Silent majority dan vokal
minority.
Dilihat
dari aktivitas stakeholders dalam melakukan komplain atau mendukung
perusahaan, tentu ada yang menyatakan pertentangan atau dukungannya
secara vokal(aktif) namun ada pula yang menyatakan secara silent (pasif).
C. STEREOTYPE, PREJUDICE DAN STIGMA
SOSIAL
Stereotype adalah
penilaian terhadap seseorang hanya berdasarkan persepsi terhadap kelompok
dimana orang tersebut dikategorikan. Prejudice atau prasangka sosial merupakan
sikap perasaan orang-orang terhadap golongan manusia tertentu, golongan ras
atau kebudayaan yang berbeda dengan golongan orang yang berprasangka itu.
Stigma sosial adalah tidak diterimanya seseorang pada suatu kelompok
karena kepercayaan bahwa orang tersebut melawan norma yang ada. Contoh stigma
sosial dapat terjadi pada orang yang memiliki kelainan fisik atau cacat mental,
anak diluar pernikahan, homoseksual atau pekerjaan yang merupakan nasionalisasi
pada agama dan etnis seperti menjadi orang yahudi, afrika dan sebagainya.
D.
MENGAPA
PERUSAHAAN HARUS BERTANGGUNG JAWAB
Tanggungjawab
sosial perusahaan atau corporate social responsibility(CSR) adalah suatu
konsep bahwa organisasi atau perusahaan memiliki suatu tanggungjawab terhadap
konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek
operasional perusahaan.
Konsep
tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) mucul sebagai akibat adanya kenyataan
bahwa pada dasarnya karakter alami dari setiap perusahaan adalah mencari
keuntungan semaksimal mungkin tanpa memperdulikan kesejahteraan karyawan,
masyarakat dan lingkungan alam. Seiring dengan meningkatnya kesadaran dan
kepekaan dari stakeholder perushaan, maka konsep tanggung jawab sosial muncul
dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan kelangsungan hidup perusahaan
di masa yang akan datang.
Tanggung jawab sosial
perusahaan dapat didefiniskan sebagai suatu konsep yang mewajibkan perusahaan
untuk memenuhi dan memperhatikan kepentingan para stakeholder dalam kegiatan
operasinya mencari keuntungan. Stakeholder yang dimaksud adalah para
shareholder, karyawan, customer,komunitas lokal, pemerintah, LSM dan
sebagainya.
E.
KOMUNITAS
INDONESIA DAN ETIKA BISNIS
Dalam suatu kenyataan
di komunitas Indonesia pernah terjadi malapetaka di daerah Nabire, Papua. Bahwa
komunitas Nabire mengkonsumsi sagu, pisang, ubi dan dengan keadaan cuaca yang
kemarau, tanah tidak dapat mendukung pengolahan bagi tanaman ini. Kondisi ini
mendorong pemerintah untuk dapat membantu komunitas tersebut. Dari gambaran
ini, tampak bahwa tidak adanya rasa empati bagi komunitas elit dalam memahami
pola hidup komunitas lain.
Dalam konteks yang
demikian, maka perusahaan dituntut untuk dapat memahami etika bisnis ketika
berhubungan dengan stakeholder diluar perusahaannya, seperti komunitas lokal
atau kelompok sosial yang berbeda pola hidup.
F.
DAMPAK
TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
Tanggungjawab sosial
perusahaan apabila dilaksanakan dengan benar akan memberikan dampak positif
bagi perusahaan, lingkungan, termasuk sumber daya manusia, sumber daya alam dan
seluruh pemangku kepentingan dalam masyarakat. Perusahaan yang mampu sebagai
penyerap tenaga kerja, mempunyai kemampuan memberikan peningkatan daya beli
masyarakat, yang secara langsung atau tidak, dapat mewujudkan pertumbuhan
lingkungan dan seterusnya.
Perusahaan yang pada
satu sisi pada suatu waktu menjadi pusat kegiatan yang membawa kesejahteraan
bahkan kemakmuran bagi masyarakat, pada satu saat yang sama dapat menjadi
sumber petaka pada lingkungan yang sama pula. Misalnya terjadi pencemaran
lingkungan atau bahkan menyebabkan kerusakan alam dan lingkungan lain yang
lebih luas.
Jadi, perusahaan akan
mempunyai dampak positif bagi kehidupan pada masa-masa yang akan datang dengan
terpeliharanya lingkungan dan semua kepentingan pada pemangku kepentingan yang
lain sehingga akan menghasilkan tata kehidupan yang lebih baik. Sebaliknya para
penentang pengaturan dan pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan secara
formal berpendapat apabila tanggung jawab tersebut harus diatur secara formal,
disertai sanksi dan penegakan hukum yang riil.
G.
MEKANISME
PENGAWASAN TINGKAH LAKU
Mekanisme dalam
pengawasan terhadap para karyawan sebagai anggota komunitas perusahaan dapat
dilakukan berkenaan dengan kesesuaian atau tidaknya tingkah laku anggota
tersebut dengan budaya yang dijadikan pedoman korporasi yang bersangkutan.
Mekanisme pengawasan tersebut berbentuk audit sosial sebagai suatu kesimpulan
dari monitoring dan evaluasi yang dilakukan sebelumnya.
Monitoring dan evaluasi
terhadap tingkah laku anggota suatu perusahaan atau organisasi pada dasarnya
harus dilakukan oleh perusahaan yang bersangkutan secara berkesinambungan.
Monitoring yang dilakukan sifatnya jangka pendek sedangkan evaluasi terhadap
tingkah laku anggota perusahaan berkaitan dengan kebudayaan yang berlaku
dilakukan dalam jangka panjang. Hal dari evaluasi tersebut menjadi audit
sosial.
Pengawasan terhadap
tingkah laku dan peran karyawan pada dasarnya untuk menciptakan kinerja
karyawan itu sendiri yang mendukung sasaran dan tujuan dari proses berjalannya
perusahaan. Kinerja yang baik adalah ketika tindakan yang diwujudkan sebagai
peran yang sesuai dengan status dalam pranata yang ada dan sesuai dengan budaya
perusahaan yang bersangkutan.
Audit sosial pada
dasarnya adalah sebuah metode untuk mengetahui keadaan sosial suatu bentuk
organisasi dalam hal ini korporat. Berkaitan dengan pelaksanaan audit sosial,
maka sebuah perusahaan atau organisasi harus menjelaskan terlebih dahulu
tentang beberapa aktivitas yang harus dijalankan, seperti:
1. Aktivitas
apa saja yang harus dilakukan sebagai sebuah organisasi. Dalam hal ini, sasaran
apa yang menjadi pokok dari perusahaan yang harus dituju.
2. Bagaimana
cara melakukan pencapaian dari sasaran yang dituju tersebut sebagai rangkaian
suatu tindakan yang mengacu pada suatu pola dan rencana yang sudah disususn
sebelumnya.
3. Bagaimana
mengukur dan merekam pokok-pokok yang harus dilakukan berkaitan dengan sasaran
yang dituju. Dalam hal ini keluasan dari kegiatan yang dilakukan tersebut.
Pelaksanaan auditor
sosial yang berpengalaman biasanya akan bekerja mengukur dan mengarahkan
berjalannya sebuah organisasi berdasarkan pada visi dan misi yang ada. Pada
awalnya ia membantu dalam memberikan segala keterangan tentang berjalannya
sebuah organisasi berkaitan dengan indikator yang harus diperhatikan, sasaran
yang ingin dicapai dan kemudian juga merekam kenyataan sosial yang sedang
berjalan dan bagaimana prosedur penilaiannya.
Audit sosial ini
merupakan sistem yang ada dalam kebudayaan perusahaan yang oleh
anggota-anggotanya dipakai untuk merencanakan kegiatan organisasi yang
bersangkutan dan tentunya didasari pada kebudayaan yang berlaku di organisasi
yang bersangkutan.
REFERENSI:
Chariri, A.,&
Ghazali, I. (2007). Teori Akuntansi, Semarang: Badan Penerbit
UNDIP
Clarkson, M.: 1995, ‘A Stakeholder Framework for Analyzing
and Evaluating Corporate Social Performance’, The Academy of Management Review
20(1), 92–117
Freeman,
R. E., (1984). Strategic Management: A
Stakeholder Approach, , Boston: Pitman Publishing
Wibisono,
Yusuf.(2007) Membedah Konsep dan Aplikasi
CSR. Gresik: Fascho Publishing,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar